AKARMERDEKA, GARUT – Jika biasanya program pemerintah berlomba-lomba pecahkan rekor MURI, kali ini Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Garut berhasil menorehkan “prestasi” lain: 569 siswa keracunan massal dalam sekali santap.
Ya, Anda tidak salah baca. Angka 569 itu resmi, bukan hasil hitungan fans sepak bola.
Kepala Dinas Kesehatan Garut, Leli Yuliani, mengonfirmasi korban terus bertambah, mulai dari anak SD, SMP, SMA, hingga Madrasah Aliyah.
Benar-benar program inklusif: semua level pendidikan dapat bagian.
Gejalanya klasik—mual, pusing, sakit perut, muntah—tapi jumlahnya luar biasa.
Sebanyak 30 siswa sampai harus dirawat inap di puskesmas, dengan 19 masih bertahan di bangsal.
Sisanya cukup pulang dengan oleh-oleh pengalaman pahit: makan gratis, tapi bonusnya sakit.
Menu penyebab keracunan juga terdengar tak bersalah: nasi putih, tempe orek, ayam woku, lalapan, dan stroberi.
Namun entah bagaimana, kombinasi sehat ala brosur gizi ini berubah jadi “paket uji nyali” yang membuat laboratorium kebanjiran sampel makanan dan muntahan.
Polisi turun tangan, wakil bupati meninjau, pemerintah menanggung biaya pengobatan. Lengkap sudah seremoni krisis: setelah rekor tercetak, barulah semua pihak bergerak.
“Alhamdulillah kondisi mereka lebih baik,” ujar Wakil Bupati Garut, seolah jumlah 569 korban hanya statistik biasa, bukan alarm kegagalan sistem.
Dengan capaian ini, Garut patut didaulat sebagai juara nasional keracunan MBG.
Rekor lama —yang ratusan korban saja sudah dianggap parah— resmi terlampaui.
Kalau terus berlanjut, jangan-jangan program makan gratis akan lebih dikenal masyarakat sebagai “Program Makan Bergizi, Bonus Keracunan Massal.”
Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) merilis data, sejak awal tahun hingga pertengahan September 2025 ini, total sedikitnya 5.360 anak jadi korban keracunan MBG.
Data ini belum memasukkan Garut dan sejumlah daerah yang baru-baru ini juga terjadi keracunan massal. (*)