AKARMERDEKA, MALANG – Udara Malang sore itu terasa sejuk ketika mobil hitam berhenti di kawasan Perumahan Depag III Atas, Merjosari, Kecamatan Lowokwaru.
Dari dalamnya turun Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, atau yang akrab disapa Kang Dedi — dengan senyum khasnya yang selalu siap menyapa siapa pun yang ditemuinya.
Kedatangan Kang Dedi ke Malang, Senin (6/10/2025), bukanlah agenda politik atau kunjungan resmi pemerintahan. Ia datang untuk menepati janji lama — bersilaturahmi dengan mantan dosen UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Muhammad Imam Muslimin (Kiai MIM), serta Sahara, dua sosok yang sempat menjadi perbincangan publik setelah kisah mereka muncul di podcast milik Kang Dedi beberapa waktu lalu.
Didampingi Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji, Kang Dedi menyapa warga yang berkerumun di halaman. Suasana langsung cair.
Canda dan tawa terdengar saat ia menemukan banyak perantau asal Jawa Barat yang menetap di Malang.
“Wah, ternyata banyak juga urang Sunda di sini! Ada orang Garut jual baso aci, ada bapak dosen dari Bandung,” ujarnya sambil tertawa kecil.
“Alhamdulillah, mudah-mudahan semuanya rukun dan saling jaga,” lanjutnya.
Meski kunjungannya berawal dari kisah Yai Mim dan Sahara yang dulu sempat bersitegang, Kang Dedi menegaskan bahwa ia datang bukan untuk memediasi siapa pun.
“Enggak, ini cuma silaturahmi aja,” katanya santai.
“Waktu itu Pak Yai datang ke rumah dinas saya di Bandung, Mbak Sahara juga sempat main ke rumah pribadi saya di Subang. Dua-duanya nyuruh saya mampir ke Malang, ya sudah saya datangin sekalian.”
Kini, hubungan antara Yai MIM dan Sahara dikabarkan sudah membaik. Tak ada lagi ketegangan, tak ada lagi jarak.
“Sudah, sudah baik-baik saja kok. Semua sudah pada rukun,” tegas Kang Dedi.
Sore itu, sebelum meninggalkan lokasi, Kang Dedi kembali melambaikan tangan kepada warga. Beberapa warga berebut bersalaman, sebagian lagi mengabadikan momen dengan ponsel mereka.
Bagi Kang Dedi, silaturahmi seperti ini bukan sekadar memenuhi undangan, melainkan bagian dari cara menjaga rasa kemanusiaan dan kerukunan, di mana pun ia berada.
“Rukun itu kunci kehidupan. Kalau hati adem, hidup juga jadi ringan,” ujarnya pelan sebelum melanjutkan perjalanan. (*)