Saktinya Silfester, Kejagung Sampai Memohon Pengacara Hadirkan Terpidana: Siapa Harus Eksusi Siapa?

Orang dekat Jokowi, Silfester Matutina, memang sakti. Bahkan, Kejagung pun sampai meminta tolong kuasa hukum terpidana untuk menghadirkannya.

R. Izra
2 Min Read
Silfester Matutina dan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi).

AKARMERDEKA, JAKARTA  – Eksekusi terhadap Silfester Matutina, terpidana kasus fitnah terhadap mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), tampaknya berjalan di tempat.

Alih-alih segera mencari dan melakukan penahanan, Kejaksaan Agung (Kejagung) justru meminta pengacara Silfester untuk menghadirkan kliennya ke jaksa eksekutor.

Langkah ini menimbulkan tanda tanya besar: kenapa lembaga penegak hukum justru meminta bantuan pihak terpidana untuk menjalankan putusan pengadilan?

“Sebagai penegak hukum yang baik, tolonglah kalau bisa bantu dihadirkan. Katanya kan ada di Jakarta,” ujar Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna, di Gedung Kejagung, Jumat (10/10/2025).

Anang menegaskan Kejagung—melalui Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan—sudah menempuh prosedur hukum yang berlaku. Namun, sampai hari ini, “batang hidung” Silfester masih belum juga terlihat.

Yang menarik, meski mangkir dari panggilan jaksa dan tak diketahui keberadaannya, Silfester belum juga ditetapkan sebagai buronan alias DPO.

“Belum (jadi DPO). Kita punya strategi sendiri,” ucap Anang singkat.

Publik pun makin heran—apakah penegakan hukum kini dijalankan dengan rasa sungkan?

Pengacara Ngaku Kliennya Ada di Jakarta, tapi Minta Eksekusi Ditunda

Sementara itu, pengacara Silfester, Lechumanan, justru menyebut kliennya berada di Jakarta.

Namun alih-alih menyerahkan diri, pihaknya justru menilai eksekusi tidak perlu dilakukan karena menuding kasusnya sudah kedaluwarsa.

“Bahwa pasal yang menjerat Pak Silfester telah kedaluwarsa dan tidak patut dieksekusi lagi,” katanya.

Lechumanan juga mengaku sudah meminta Kejari Jaksel menunda eksekusi, karena Silfester akan kembali mengajukan Peninjauan Kembali (PK).

“Kalau dipaksakan, kami akan ajukan upaya hukum terhadap Kejari Jakarta Selatan,” ujarnya.

Kasus Lama yang Tak Kunjung Selesai

Silfester dilaporkan ke Mabes Polri oleh tim hukum Jusuf Kalla pada 2017 atas dugaan fitnah dan pencemaran nama baik lewat orasi publik.
Kasus itu naik hingga ke tingkat kasasi di Mahkamah Agung, yang kemudian menjatuhkan vonis 1,5 tahun penjara.

Namun, delapan tahun berlalu, putusan berkekuatan hukum tetap itu belum juga dieksekusi.
Sementara pihak kejaksaan masih mencari, terpidana justru dikabarkan berkeliaran di ibu kota.

Kisah ini pun jadi potret buram penegakan hukum di Indonesia: ketika jaksa minta tolong ke pengacara, dan terpidana bebas tanpa arah. (*)

Share This Article